Apa Itu Omnibus Law & Mengapa Demo Besar Terjadi Untuk Menolaknya
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan Pemerintah sudah menuntaskan pembahasan mengenai Omnibus Law Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja. Dan pada hari Senin 5/10/2020 UU Omnibus Law ini pun sudah disahkan oleh pemerintah. Keputusan ini tidak lama direspon dengan penolakan yang masif dari mahasiswa hingga buruh sehingga terjadi demo besar besaran di berbagai tempat pada Kamis 8 Oktober 2020.
Mengapa demo-demo ini menolaknya? apa sih itu Omnibus Law?
Menurut Audrey O Brien (2009), omnibus law ialah sebuah rancangan bill (undang-undang) yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung jadi satu undang-undang.
Menurut Barbara Sinclair (2012) omnibus law ialah proses pembuatan peraturan yang sifatnya kompleks dan membutuhkan waktu yang lama dalam penyelesaiannya karena mengandung banyak materi meskipun isu, subjek dan programnya tak selalu terkait.
Omnibus Law yang terdiri dari 174 pasal ini dianggap merugikan oleh para buruh dan di bawah ini merupakan isi Omnibus Law yang tidak diinginkan oleh buruh menurut Presiden KSPI atau Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal.
Upah Minimum Penuh Syarat
UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) dibuat bersyarat dengan memerhatikan laju inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Selain itu, UMSK (Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota) dihapus dalam RUU Cipta Kerja. Menurutnya, UMSK seharusnya tidak dihapus dan UMK tidak perlu bersyarat. Sebab tiap kota atau kabupaten UMKnya nilainya berbeda. Dia juga tidak setuju jika dikatakan bahwa UMK di Indonesia lebih mahal dibandingkan dengan dari negara ASEAN lainnya.
Dibandingkan dengan upah minimum di negara Vietnam, nilai UMK secara nasional jika diambil rata-rata maka UMK di Indonesia dikatakan masih jauh lebih kecil.
"Tidaklah adil, jika sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dll atau sektor otomotif seperti Toyota, Astra dll, nilai UMK-nya sama dengan perusahaan kerupuk atau perusahaan baju. Itu sebabnya ada Upah Minimum Sektoral di seluruh dunia yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara" tegasnya.
Sebagai jalan tengahnya, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapati UMSK dapat dilakukan di tingkat nasional untuk sejumlah daerah dan jenis industri tertentu aja. Sehingga UMSK tidak lagi diputuskan di tingkat daerah dan tidak setiap industri mendapati UMSK supaya adanya keadilan.
"Jadi tak mesti sama rata sama rasa, karna faktanya tiap industri bedalah kemampuannya. Karna itu masih diperlukan UMSK" ungkapnya.
Pesangon Berkurang
Pengurangan nilai pesangon dari 32 kali upah hingga jadi 25 kali upah dalam UU Cipta Kerja juga ditolak oleh para buruh. Di dalamnya, 19 bulan dibayar pengusaha sedangkan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan. Dipertanyakan juga olehnya, dari mana BPJS mendapati sumber dana untuk membayar pesangon.
Kontrak Kerja Tanpa Batas Waktu
Skema PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) yang dihapus batas waktunya pun ditolak para buruh. Hal itu membuat buruh bisa aja seumur hidup dikontrak tanpa menjadi karyawan tetap.
Outsourcing Seumur Hidup
Iqbal juga menerangkan dalam RUU Cipta Kerja, kontrak outsourcing dikatakan bisa seumur hidup. Diterapkannya outsourcing juga tanpa batas jenis pekerjaan.
"Sebelumnya outsourcing padahal hanya dibatasi untuk 5 jenis pekerjaan" ungkap Iqbal.
Baru Dapat Kompensasi Minimal 1 Tahun
UU Cipta Kerja mengatur kompensasi bagi pekerja yang akan dikasihkan jika masa kerja telah mencapai minimal setahun. Sementara itu, kontrak kerja sudah tidak mempunyai batasan waktu. Dikhawatirkannya bahwa dikontraknya buruh yang di bawah satu tahun tidak akan mendapati kompensasi kerja.
"Disebutkan dalam UU Cipta Kerja, buruh kontrak yang mendapatkan kompensasi ialah yang memiliki masa kerja minimal setahun. Pertanyaannya, gimana kalau buruh dikontrak pengusaha hanya di bawah satu tahun? ini artinya buruh kontrak tidak akan mendapati kompensasi" katanya.
Hal ini dinilai bisa mengakibatkan masalah serius bagi buruh. Alasannya, pihak yang akan membayar JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan) untuk kariawan kontrak dan outsourcing jadi tidak jelas.
Buruh bisa dikontrak pengusaha di bawah satu tahun agar terhindar untuk membayar kompensasi. Intinya, menurutnya, tak ada kepastian kerja bagi buruh Indonesia.
Waktu Kerja yang Berlebihan
Waktu kerja yang disepakati oleh UU Cipta Kerja juga tidak disukai oleh para buruh karena dinilai cenderung berlebihan dan bersifat eksploitatif.
Berdasarkan materi ringkasan yang detikcom terima, waktu kerja dalam UU Cipta Kerja diatur lebih flexible untuk pekerjaan paruh waktu menjadi paling lama 8 jam per hari atau 40 jam per minggu. Sementara untuk pekerjaan khusus seperti di sektor perkebunan, pertambangan, migas, pertanian dan perikanan bisa melebihi 8 jam per hari.
Hak Upah Cuti yang Hilang
Dikatakan Said, hak cuti melahirkan dan haid tidaklah dihapus, yang jadi masalahnya ialah ketika cuti tersebut buruh malah jadi tidak dibayar. Pihaknya tidak setuju hal ini terjadi.
Adapun yang diinginkan dari isi Omnibus Law yaitu selama cuti haid dan melahirkan tersebut mereka tetap memberikan buruh haknya sebagai pekerja. Jika selama cuti buruh tidak dibayar maka ini bertentangan dengan ILO (Organisasi perburuhan internasional).


Komentar
Posting Komentar