Perkembangan Berita Terbaru Seputar Vaksin Corona
Vaksin Ebola memakan waktu sekitar 7 bulan, vaksin SARS sekitar 20 bulan, dan virus Zika selama 6 bulan. Kabarnya calon vaksin yang akan digunakan untuk virus Covid-19 ini akan mengalahkan rekor rekor vaksin lainnya yaitu dalam 65 hari. Meski begitu, perjalanan vaksin ini masih saja tergolong panjang agar dapat memberantas tuntas pandemi covid-19.
Di sisi baiknya menyoali vaksin virus corona adalah penangkal virus ini sebenarnya sudah mendarat di tanah air Indonesia. Pada hari Minggu (19/7), Indonesia sudah meenrima sampel vaksinnya sebanayk 2400 vaksin, dan sampel tersebutlah yang akan dipakai untuk uji klinis tahap 3. Jenis virus SARS-CoV-2 di Tiongkok berbeda dengan yang ada di Indonesia menurut Arya Sinulingga, oleh karena itu perlu dilakukannya uji klinis tahap 3 disini.
Kelompok plasebo dan vaksin
Vaksin corona buatan Tiongkok sudah disuntikkan ke beberapa relawan agar menguji efektivitas vaksin untuk memerangi pandemi virus corona. Uji fase 3 vaksin asal Tiongkok Sinovac ini dilakukan Bio Farma maupun para peneliti di Universitas Padjajaran. Dalam uji vaksin ini terdapat sekitar 1600 relawan yang berpartisipasi.Dijelaskan bahwa dari 1600 orang nantinya akan terbagi dua kelompok relawan, yaitu satu kelompok akan diberikan hanya plasebo dan satu kelompoknya lagi diberikan vaksin Sinovac. Menurut Ahli Biologi Molekuler Ahmad Utomo, masyarakat perlu mengetahui bahwa untuk mengetahui efektivitas vaksin dalam uji klinis yaitu dengan dilakukannya randomnisasi atau secara acak agar bersifat "double blind".
"ini artinya yang memberi vaksinasi maupun yang divaksinasi, keduanya tidak mengetahui apakah yang disuntikkan itu plasebo atau vaksin" Ahmad menjelaskan. Oleh karena itu untuk kasus relawan vaksin terinfeksi Covid-19 juga demikian, mereka tidak tahu juga apakah seorang itu mendapati vaksin korona atau hanya plasebo.
Maka dengan itu terkait klaim dari masyarakat tentang vaksin Shinovac yang gagal saat diuji klinis Ahmad menduga mereka tidak memahami hal ini. Plasebo atau obat kosong ini ialah komponen kontrol standar dari sebagian besar uji klinis, yang dilakukannya agar membuat penilaian mengenai manjurnya obat atau perawatan medis. Tak perlu khawatir karna plasebo mengandung zat tidak aktif yang jika dilihat seperti obat atau vaksin.
Meskipun tidak memperoleh obat atau vaksin yang diujikan, relawan yang mendapati plasebo bisa aja mengalami efek efek tertentu seperti yang dialami relawan di kelompok uji. Bisa negatif dan bisa juga positif, inilah yang dinamakan efek plasebo.
Selama penelitian, plasebo ini digunakan oleh para peneliti guna membantu mereka memahami efek vaksin baru membedakan yang mana efek dari obat sesungguhnya dan mana yang sebenarnya hanyalah sugesti belaka. Namun meski begitu beberapa studi menunjukkan efeknya bisa saja sama seperti pasien yang diberi obat sesungguhnya atau seperti kelompok uji. Diperkirakan bahwa efek plasebo diakibatkan oleh cara pikir yang bisa mempengaruhi tubuh.
Perbedaan Covid-19 dengan SARS dan MERS
Ahmad Rusdan Handoyo, seorang ahli biologi molekular, meyakini bahwa Indonesia bisa terbebas dari pandemi virus Covid-19 tanpa perlu menunggu kemunculan vaksin ataupun obat. Ia menjelaskan pernyataan ini disampaikan karena keberadaan obat dan vaksin yang masih membutuhkan waktu yang lama. Keberadaan kunci pemutusan mata rantai pandemi virus corona ini adalah di kombinasi 3T (testing, tracing dan treatment) dan juga 3M (menggunakan masker, jaga jarak serta cuci tangan).Ia juga menjelaskan bahwa kunci ini perlu ditopang dengan kebijakan lockdown ataupun PSBB yang patut diikuti oleh seluruh masyarakat agar menghentikan mobilitas yang telah menjadi sebagai faktor penyebaran virus mematikan ini. Ahmad menjelaskan pandemi MERS dan SARS yang diakibatkan dengan virus corona yang serupa dengan virus SARS-CoV-2 bisa diatasi tanpa menggunakan obat dan vaksin.
Berakhirnya kedua pandemi tersebut terjadi sebelum selesainya uji klinis. Salah satu yang membuat pandemi virus Covid-19 ini sulit diakhiri karena pasien bisa terkena tanpa menunjukkan gejala sedangkan SARS dan MERS bisa diatasi dengan berfokus pada yang bergejala, menurutnya.
Virus SARS-CoV-1 yang menyebabkan penyakit SARS dan virus MERS-CoV yang menyebabkan penyakit MERS lebih suka menginfeksi pada saluran napas bagian bawah seperti di area bronkus, trakea, dan paru paru yang dimana viral tropisam-nya (tempat berkembang biak) adalah di rongga bawah sehingga bisa membuat pasien menunjukkan gejala seperti sesak nafas, sedangkan virus SARS-CoV-2 lebih menyerang saluran napas atas seperti rongga hidung laring dan faring sebagai tempat untuk bereplikasi sehingga tidak membuat pasien agar menunjukkan gejalanya.
Jika terdapat gejala pun Ahmad menjelaskan banyak pasien pada umumnya tidak akan menyadari bahwa itu adalah Covid-19 karena hanya sekedar flu seperti bersin dan pilek.




Komentar
Posting Komentar