Remdesivir Bukan Vaksin Covid-19, Melainkan Obat
Sebagai obat pertama yang disetujui untuk mengobati penyakit Covid-19 oleh otoritas pemberi lisensi di Amerika Serikat, Remdesivir terbukti bisa menyembuhkan pasien yang terkena penyakit Covid-19 lebih cepat.
Karena menyadari keampuhan dari obat ini dalam menangani Covid-19 maka pemerintahan Amerika Serikat memutuskan untuk membeli lebih dari 500.000 dosis remdesivir — jumlah total seluruh obat yang Gilead produksi untuk bulan Juli (serta 90% untuk Agustus dan September). Nah, sebenarnya apa sih remdesivir itu?
Mengenal Remdesivir
Hingga saat ini, remdesivir masih merupakan obat dalam penelitian. Meskipun belum pernah dipakai untuk mengobati kondisi apa pun, remdesivir telah dipelajari sebagai obat potensial terhadap sejumlah penyakit.
Dulunya, Remdesivir diuji sebagai pengobatan untuk mengatasi ebola dan hepatitis C. Semenjak Covid-19 muncul, efektivitas obat ini pun terus dipelajari untuk menangani pandemi tersebut. Dilaporkan oleh para peneliti bahwa remdesivir efektif melawan MERS (sindrom pernafasan Timur Tengah) dan SARS (sindrom pernafasan akut parah). Meski begitu, dilakukannya penelitian ini hanya di tabung reaksi dan diuji bukan pada manusia melainkan hewan.
Perlu dicatat bahwa remdesivir pada saat ini belum disetujui untuk mengobati Covid-19 atau virus Corona. Meski begitu, pemakaian remdesivir secara darurat terhadap orang dewasa maupun anak-anak yang dirawat di rumah sakit yang disebabkan oleh Covid-19 yang parah sudah disahkan oleh US Food and Drug Administration (FDA).
Cara Kerja Remdesivir
Cara obat ini mengatasi Covid-19 yaitu dengan mencegah virus menghasilkan enzim tertentu yang mereka perlukan untuk mereplika dirinya. Dengan demikian, virus virus ini tidak lagi bisa menyebar di dalam tubuh pasien.
Dengan cara kerja demikian juga berarti waktu pemulihan pasien Covid-19 di rumah sakit dapat dipersingkat sekitar 30% atau 4 hari lebih cepat. Namun begitu, kemampuan dalam mengurangi angka kematian tidaklah signifikan secara statistik dalam uji klinis yang NIH (National Institutes of Health) jalankan.
Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap sebanyak 400 pasien yang dirawat di rumah sakit menjelaskan bahwa 74% pasien yang memperoleh pengobatan remdesivir jadi lebih baik setelah 2 minggu jika dibandingkan dengan 59% pasien yang tidak mendapatinya.
Cara Menggunakan Remdesivir Pada Pasien Covid-19
Diberikannya obat ini yaitu melalui intravena atau infus atau melalui injeksi kepada pasien Covid-19 yang tergolong parah. Dalam studi yang disponsori oleh NIH, obat tersebut akan diberikan untuk pengidap selama 10 hari. Di bawah otorisasi pemakaian darurat, pengobatan remdesivir dapat diberikan kepada pengidap selama 5 hingga 10 hari, tergantung seberapa parahkah kondisi si pasien.
Menurut para ahli, obat remdesivir ini tidak boleh sembarangan diberikan oleh pengidap Covid-19. Hanya pasien yang dirawat di rumah sakit dengan penyakit Covid-19 yang parah saja serta yang memenuhi syarat agar diobati dengan remdesivir. Bagi pasien Covid-19 yang ringan tidaklah dianjurkan untuk menggunakan obat intravena ini.
Efek Samping Remdesivir
Walaupun bisa membantu mengatasi pasien yang terinfeksi Covid-19, pemakaian remdesivir ternyata juga dikabarkan dapat mengakibatkan efek samping seperti muntah dan mual, banyak berkeringat, mengigil dan pusing seperti hendak pingsan. Tidak hanya itu, efek samping umum lainnya ialah tes fungsi hati yang abnormal atau nyeri, memar, bengkak, ataupun pendarahan di sekitar area suntik.
Remdesivir kini sudah dijual di Indonesia dan obat ini diproduksi oleh perusahaan farmasi ternama di India, Hetero dan didistribusikan oleh PT Kalbe Farma Tbk di Indonesia.



Komentar
Posting Komentar