Buang Dolar Alias Dedolarisasi Oleh Indonesia dan Negara Lain
Beberapa negara kini berusaha untuk mengurangi ketergantungannya terhadap USD atau dolar Amerika Serikat dalam semua transaksi perdagangan internasionalnya. Tidak hanya Indonesia, sejumlah negara negara yang ikut melakukan aksi yang dinamakan "dedolarisasi" ini antara lain Turki, India, Iran, Tiongkok, Rusia, dan Jepang.
Seorang ekonom Indef (Institute for Development of Economics and Finance) bernama Bhima Yudhistira menerangkan bahwa dedolarisasi adalah suatu upaya dari sebuah negara agar mengurangi ketergantungan dolar Amerika Serikat sebagai nilai tukar untuk melakukan berbagai aktivitas investasi, perdagangan dan kebijakan moneter.
"meningkatnya tren dedolarisasi sebagai respons terhadap fluktuasi dolar AS yang terlalu tinggi sehingga membahayakan ekonomi tanah air. Selain itu, trust terhadap dolar USD juga ikut menurun terlihat dari dolar index yang terkoreksi 5,72 persen sejak setahun terakhir" menurut Bhina kepada Medcom.id pada 7 September 2020.
Bhima juga menjelaskan bahwa langkah dedolarisasi ini dilakukan Indonesia serta negara lainnya disebabkan utamanya oleh ketidakstabilan ekonomi AS dan dikarenakan juga oleh kebijakan kontroversial Presiden Donald Trump diantaranya ialah perang dagang yang mengakibatkan perekonomian di seluruh dunia menjadi penuh dalam ketidakpastian.
Dedolarisasi dilakukannya oleh Indonesia dengan menggandeng beberapa negara untuk memakai mata uang lokal dalam melakukan transaksi bilateral atau LCS (Local Currency Settlement). Upaya tersebut digawangi oleh BI atau Bank Indonesia.
Hingga hari ini, BI telah memiliki kerja sama dengan Bank of Thailand, Bangko Sentral ng Pilipinas, Kementerian Keuangan Jepang dan Bank Negara Malaysia terkait kerja sama pemakaian mata uang lokal dalam penyelesaian transaksi bilateral. Aksi ini juga sejalan dengan peningkatan pemakaian mata uang lokal untuk penyelesaian transaksi pedagangan bilateral seiring dengan penurunan margin kurs valuta asing.
Diharapkan agar LCS bisa menaikkan kontribusi yang baik terhadap upaya bank sentral dalam menjagai kestabilan nilai tukar uang. Karna pemakaian mata uang lokal sangat berperan dalam mendukung diversifikasi eksposur mata uang, berpotensi mengurangkan biaya transaksi pedagangan dikarnakan munculnya direct quotation antara mata uang lokal, mendukung pengembangan pasar keuangan domestik berbasis mata uang lokal, maupun membuka akses (partisipasi pelaku).
Langkah ini juga bisa mengurangkan biaya transaksi bagi pelaku perdagangan internasional serta peningkatan efisiensi dalam settlement perdagangan. Tak hanya itu, banyak opsi juga akan tersedia bagi pelaku usaha dalam pemilihan mata uang untuk setelmen transaksi perdagangan, oleh karena itu mengurangi resiko nilai tukar khususnya di tengah kondisi pasar keuangan dunia yang kini bergejolak.
Bhima juga menegaskan bahwa "LCS sekarang perlu dengan berbagai negara mitra dagang dan asal investasi paling besar. Namun tantangan berikutnya ialah kesiapan setiap lembaga keuangan di semua negara. Apakah cukup memadai supply yen untuk eksportir Indonesia? Supplynya ada tidak untuk ringgit Malaysia misalkan di daerah penghasil sawit dan batu bara seperti Sumatera dan Kalimantan? Ini wajib dipenuhi oleh bank".
Jika pasokan valas alternatif USD tidak tercukupi maka akan membuat para pelaku perdagangan sulit dalam menyelesaikan transaksi. Selain itu, disoroti juga oleh Bhima terkait pelayaran logistik yang 90%nya masih memakai mata uang US sebagai alat pembayarannya.
"Harus ada regulasi mengharuskan pembayaran dengan LCS untuk biaya logistik impor ekspor. Langkah selain LCS iaitu dengan penerbitan utang melalui mata uang selain dolar. Misalkan dengan samurai bond karena menggunakan yen atau euro bond pakai euro".
Komentar
Posting Komentar